Borok Lama Mandalika yang Harus Diobati: Desakan Penyelesaian Sengketa Lahan Sebelum MotoGP 2025

Kilas Nusa, Lombok Tengah, 30 Juni 2025 — Polemik lahan di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika kembali mencuat, dan kali ini, seruannya datang dari Direktur Kawal NTB, M. Samsul Qomar, yang menyebut bahwa sengketa lahan di Mandalika sudah ibarat “luka yang menjadi borok.” Ia menegaskan, jika kondisi ini dibiarkan membusuk, maka satu-satunya cara adalah melakukan “amputasi” — melalui pembentukan tim penyelesaian akhir oleh Gubernur NTB bersama Forkopimda dan pihak Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
“Kalau Pak Gubernur dan Kapolda mau meninggalkan legacy yang baik, tentu ini saatnya menyelesaikan soal lahan Mandalika sebelum perhelatan MotoGP Oktober mendatang,” tegas MSQ.
Masalah yang membelit lahan Mandalika memang bukan perkara baru. Sengketa ini telah melalui berbagai tahapan, namun hingga kini belum ada finalisasi. Setidaknya, terdapat sekitar 300 hektare lahan yang masih diklaim warga dan belum dibayarkan oleh pihak ITDC.
Qomar mengusulkan langkah konkret: ITDC membuka warkah HPL (Hak Pengelolaan Lahan) dan menyandingkannya dengan warkah asli yang dimiliki masyarakat. Menurutnya, ini adalah metode sederhana tapi efektif untuk memastikan siapa pemilik sah atas lahan-lahan tersebut.
“Saya yakinkan bahwa warga yang kalah dalam sanding data tidak lagi akan menuntut haknya, tetapi bagi warga yang menang, ITDC harus membayar lahan mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa data warga sebenarnya sudah tersedia di Kesbangpoldagri, Biro Hukum Pemprov, hingga arsip Polda NTB, karena sebelumnya tim penyelesaian sempat dibentuk di bawah kepemimpinan Kombes Awan. Maka dari itu, tugas pemerintah saat ini tinggal melanjutkan dan menyelesaikan pekerjaan rumah ini.
Qomar mengaku telah melihat langsung warkah di Kantor BPN, meski tidak sempat mendokumentasikannya. Namun, ia menegaskan bahwa pembukaan dokumen resmi tersebut adalah kunci untuk mengungkap “kotak pandora” sengkarut lahan Mandalika.
Isu penataan dan pengosongan lapak di Pantai Tanjung Aan yang sempat ramai beberapa waktu lalu, menurut Samsul, hanyalah bagian kecil dari persoalan besar. Lahan di Tanjung Aan hanya mencakup “puluhan hektare”, jauh lebih kecil dibanding keseluruhan konflik lahan Mandalika yang mencapai ratusan hektare.
Namun demikian, ia meyakini bahwa dengan dibukanya seluruh data dan penyelesaian tuntas, bukan hanya kepemilikan lahan yang menjadi jelas, tapi juga akan mengungkap jejak para mafia tanah yang selama ini bermain di belakang layar.
“Saya yakin ada yang sudah meninggal dan ada yang masih hidup. Para pelaku semua akan terbuka lebar nanti, dan ini akan menjadi prestasi pemimpin jika berhasil,” tegasnya.
Mengingat skala dan dampaknya, Qomar juga mendesak Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN, dan Satgas Mafia Tanah untuk terlibat langsung dalam proses penyelesaian. Dengan melibatkan instansi pusat, penyelesaian ini diyakini bisa lebih transparan, akuntabel, dan komprehensif.
Dengan waktu yang semakin mepet menuju MotoGP Mandalika 2025 pada Oktober mendatang, Qomar menekankan pentingnya menyelesaikan konflik ini demi menjaga citra daerah dan memastikan kelangsungan event internasional tersebut tidak tercoreng.
Akhirnya, pertanyaan besar kini bergantung pada kemauan politik para pemimpin daerah dan nasional: apakah mereka akan menyelesaikan “borok lama” ini, atau membiarkannya terus bernanah di tengah gemerlap Mandalika?