
Kilas Nusa, Lombok Tengah – Sengketa lahan yang berlarut-larut di kawasan Hotel Bumbangku, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, kini menjadi sorotan serius di tengah upaya NTB membangun citra sebagai daerah ramah investasi, khususnya di sektor pariwisata. Konflik ini dinilai berdampak langsung pada stabilitas keamanan dan ketertiban di wilayah wisata unggulan tersebut.
Pengamat sosial, ekonomi, dan pariwisata NTB, M. Samsul Qomar, menyampaikan keprihatinannya atas kasus yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun itu. Menurutnya, perseteruan antara pihak Sudin dan Sahnun Ayutna Dewi bukan hanya merusak citra daerah, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran bagi calon investor.
“Kasus ini sudah jadi sorotan media nasional, apalagi ditambah munculnya nama artis Indonesia, Berbie Kumalasari. Sengketa ini tidak hanya berjalan di ranah hukum pidana dan perdata, tapi juga meluas ke lapangan. Ada saling klaim, saling pagar, bahkan perusakan pagar yang melibatkan oknum ormas dan oknum pejabat OPD. Ini jelas sangat mengganggu iklim investasi kita,” ungkap Samsul Qomar, yang juga mantan Ketua Komisi II DPRD NTB bidang pariwisata dan investasi, kepada media hari ini.
Ia menilai situasi tersebut mencerminkan ketidakpastian hukum yang menjadi momok bagi dunia usaha. “Investor tentu butuh jaminan hukum dan rasa aman. Kalau kasus seperti ini terus terjadi tanpa penyelesaian yang jelas, bisa-bisa mereka mundur dan memilih daerah lain yang lebih stabil,” ujarnya.
Untuk itu, MSQ mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah mengambil langkah cepat dan tegas. Ia meminta Polda NTB dan Gubernur NTB memfasilitasi pertemuan antara pihak yang bersengketa yakni Sudin yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPR RI, dan pihak Sahnun Ayutna Dewi yang saat ini menguasai lahan. Pertemuan tersebut, katanya, harus dilakukan secara terbuka, tanpa perwakilan atau keterlibatan pihak-pihak lain yang justru bisa memperkeruh suasana.
“Perlu ada penelusuran menyeluruh terhadap bukti kepemilikan tanah, asal-usul transaksi, hingga potensi adanya keterkaitan dengan skandal yang lebih besar. Kami bahkan mencurigai ini bisa saja berkaitan dengan kasus-kasus besar seperti BLBI. Jangan sampai ada hal-hal tersembunyi di balik konflik ini,” tegas MSQ.
Ia juga mempertanyakan sikap Sudin yang selama ini tidak pernah hadir di lokasi tetapi tetap mengklaim sebagai pemilik lahan. “Ini yang harus dijernihkan, agar tidak ada kesimpangsiuran di masyarakat dan agar konflik tidak melebar ke ranah sosial yang lebih luas,” tandasnya.
Sengketa ini dinilai sebagai gambaran nyata betapa pentingnya reformasi hukum agraria dan penegakan hukum yang adil serta transparan, terlebih di wilayah yang tengah berkembang sebagai destinasi wisata premium seperti Lombok Tengah. Jika tidak segera dituntaskan, kasus ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk yang mencoreng nama baik NTB sebagai daerah investasi.