LI TIPIKOR Laporkan Dugaan Penipuan dan Monopoli Usaha dalam Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Lombok Tengah

Kilas Nusa, Lombok Tengah – Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi dan Aparatur Negara (LI TIPIKOR) resmi melayangkan surat laporan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah terkait dugaan tindak pidana penipuan dan praktik monopoli usaha dalam pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Dalam surat bernomor 012/LITIPIKOR-SBY/V/2025 tersebut, LI TIPIKOR menyampaikan bahwa terdapat sejumlah indikasi penyimpangan serius dalam program yang dicanangkan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat tersebut. Dugaan pelanggaran itu melibatkan oknum anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah yang disebut memiliki keterkaitan langsung dengan salah satu yayasan penyelenggara MBG.
Menurut laporan, terdapat dugaan mark-up harga dalam penyediaan makanan. Berdasarkan ketentuan Badan Gizi Nasional (BGN), harga per porsi makanan MBG adalah Rp15.000,- dengan rincian: Rp2.000,- untuk sewa dapur dan peralatan, Rp3.000,- untuk biaya operasional, dan Rp10.000,- untuk bahan makanan. Namun, hasil investigasi lapangan dari LI TIPIKOR menunjukkan bahwa bahan makanan yang disediakan hanya bernilai sekitar Rp7.000,- per porsi.
Hal ini diduga terjadi akibat pemotongan harga bahan makanan oleh oknum terkait. Beberapa indikator yang memperkuat dugaan ini antara lain: Porsi makanan sangat kecil; Bahan makanan tidak sesuai spesifikasi BGN; Sejumlah bahan makanan ditemukan dalam kondisi membusuk seperti pepaya yang busuk dan ayam berbau tengik.
Selain itu, laporan juga menyoroti adanya praktik monopoli usaha. Disebutkan bahwa penyedia dapur MBG hanya berasal dari satu yayasan, yang diduga kuat dimiliki oleh oknum anggota DPRD tersebut.
Masalah lain yang dilaporkan adalah kondisi dapur MBG yang dinilai tidak layak. Dari hasil pantauan LI TIPIKOR, dapur-dapur tersebut tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sehingga menimbulkan bau menyengat dan mengganggu lingkungan sekitar. Kebersihan dapur pun dianggap sangat minim, membuat makanan cepat rusak dan tidak layak konsumsi.
Kondisi pekerja juga menjadi sorotan. LI TIPIKOR menemukan bahwa gaji yang diberikan kepada karyawan tidak sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi NTB, yang merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak pekerja.
Selain itu, dugaan monopoli dan uang pelicin masuk dalam materi laporan LI TIPIKOR. Oknum Anggota DPRD Fraksi Ampera berinisial SM disebut-sebut menjadi koordinator dalam penarikan uang pelicin. Bersama SM, Ketua LI TIPIKOR NTB, Sapari, menduga oknum polisi yang berdinas di Polda NTB juga terlibat dalam skema tersebut.
“Itu sesuai dengan pengakuan Ernawati di media, dan kami minta jaksa memanggil yang bersangkutan,” ujar Sapari. Ia juga menambahkan bahwa pengakuan mengenai pungutan uang keamanan sebesar Rp600 per ompreng dengan asumsi Rp46 juta per bulan untuk satu dapur SPPG merupakan indikasi kuat adanya praktik pungutan liar (pungli).
Dalam laporan tersebut, LI TIPIKOR mencantumkan sepuluh dapur MBG yang telah beroperasi sejak 17 Februari 2025 di berbagai kecamatan di Lombok Tengah. Beberapa di antaranya yaitu: SPPG UD Iye Gati – Praya Tengah; SPPG UD Dias Catering – Jonggat; SPPG UD Amni Catering – Praya Timur; SPPG UD Anisa Catering – Praya; SPPG Yayasan Gumi Langit Alam Semesta – Praya Barat; SPPG UD Akhmad Zaini; SPPG Yayasan Zayna Ros Lombok – Pujut; SPPG UD Catering Dara 99 QH – Pringgarata; SPPG Yayasan Maju Bersama NTB – Sasake, Praya Tengah; SPPG Yayasan Ishlahil Athfal – Labulia, Jonggat.
Melalui surat tersebut, LI TIPIKOR meminta Kejaksaan Negeri Lombok Tengah untuk: Memeriksa Ketua Yayasan yang diduga memiliki keterlibatan langsung dalam pengelolaan dapur; Menyita dan meneliti dokumen terkait pelaksanaan program MBG; Menutup operasional dapur-dapur MBG yang terindikasi melanggar aturan.
Ketua LI TIPIKOR NTB, Sapari, menegaskan bahwa lembaganya siap memberikan data tambahan serta mendampingi proses hukum dan pengawasan terhadap program ini agar pelaksanaannya sesuai dengan amanat hukum dan tidak merugikan masyarakat.
“Laporan ini kami sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan partisipasi aktif kami dalam memberantas korupsi serta memastikan penyelenggaraan negara yang bersih dan akuntabel,” tegasnya.
Kini, publik menantikan respons dan langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana dalam program yang seharusnya menyehatkan masyarakat, bukan malah menimbulkan masalah baru.