Kebijakan Kontroversial Bupati Lotim Soal Surfing Dinilai Konyol dan Mengancam Pariwisata Lombok

Kilas Nusa, Lombok Tengah – Pernyataan mengejutkan Bupati Lombok Timur, Hairul Warisin, terkait pengusiran peselancar dari luar wilayahnya menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Direktur Kawal NTB, M. Samsul Qomar, yang menyebut kebijakan tersebut sebagai “tindakan konyol” dan lebih berbahaya daripada tragedi bom Bali bagi masa depan pariwisata Lombok.
Dalam pernyataan pada Rabu (18/6/25), Qomar menilai bahwa tindakan Bupati Hairul tidak hanya mencerminkan arogansi kekuasaan, tetapi juga menunjukkan pemahaman yang keliru tentang bagaimana dunia pariwisata bekerja.
“Kalau seluruh daerah meniru pola pikir sempit seperti ini, maka seluruh dunia mungkin tidak akan lagi tertarik berkunjung ke Lombok,” ujarnya tajam.
Menurut Qomar, Bupati tidak memiliki kewenangan untuk melarang siapa pun menikmati ombak di laut, karena wilayah laut merupakan bagian dari yurisdiksi nasional, bukan kepemilikan daerah tertentu.
Ia juga menekankan bahwa sektor pariwisata tidak bisa dipaksakan berdasarkan ego wilayah. “Pariwisata itu soal selera, kenyamanan, dan kemudahan. Kalau Lotim ingin wisatawan asing datang dan menetap, maka perbaiki dulu akomodasinya, lengkapi fasilitasnya, dan berikan pelayanan yang bersahabat,” sambungnya.
Lebih jauh, alasan Bupati Hairul Warisin yang menyinggung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kearifan lokal dinilai tidak berdasar. Qomar menyebut, jika ingin mendulang PAD dari aktivitas surfing, seharusnya pemerintah daerah menyediakan sarana pendukung seperti restoran, warung, atau fasilitas lainnya di sekitar lokasi – seperti yang dilakukan di kawasan wisata Tanjung Aan atau Gerupuk di Lombok Tengah.
Pernyataan Hairul Warisin yang menyebut masyarakat Lombok Tengah sebagai “orang luar” juga dinilai sebagai bentuk kebijakan yang tidak populis, bahkan mengandung unsur SARA.
“Padahal, dalam dunia pariwisata, semua daerah harus saling terintegrasi dan saling mendukung. Tidak bisa rasis atau eksklusif seperti ini,” kritik Qomar.
Sebagai perbandingan, Qomar menyindir, “Kalau saja Iron jadi Gubernur, mungkin nanti tidak ada yang boleh menonton MotoGP kalau tidak menginap di Lombok. Padahal kita tahu, kapasitas hotel dan transportasi tidak akan pernah cukup kalau semua dipaksa menginap di satu daerah saja.”
Ia menegaskan bahwa yang perlu dilakukan Pemerintah Lombok Timur bukan mengusir peselancar atau wisatawan, melainkan membenahi diri – membuka peluang investasi, membangun hotel dan vila yang layak, serta menciptakan rasa aman dan nyaman bagi semua pihak.
“Jangan seperti preman yang main usir orang yang sedang mencari nafkah. Mereka juga tidak melanggar aturan apapun,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, M. Samsul Qomar meminta Bupati Hairul Warisin untuk segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat Lombok Tengah, khususnya pelaku pariwisata surfing yang telah dipermalukan di hadapan tamu-tamu mancanegara.
Kontroversi ini menjadi tamparan keras bagi pengelolaan pariwisata yang inklusif di NTB. Dengan berbagai mata dunia tertuju pada Lombok, sudah seharusnya semua pemangku kebijakan mengedepankan kerja sama, bukan perseteruan wilayah. Jika tidak, justru potensi wisata yang besar akan sia-sia akibat kebijakan yang sempit dan tidak berpihak pada kepentingan bersama.