Pariwisata Berkelanjutan, Investasi Berkeadaban: Seruan Lale Tatun untuk Masa Depan Lombok yang Lebih Adil dan Berkelanjutan

Kilas Nusa, Lombok Tengah, 9 Juli 2025 – Dalam sorotan cahaya yang selama ini hanya menerangi keindahan pantai, gunung, dan keramahan masyarakat Lombok, kini muncul suara kritis yang mengajak semua pihak untuk berhenti sejenak dan merenung: apakah arah pembangunan dan investasi pariwisata di Lombok masih berjalan di jalur yang beradab dan berkeadilan?
Suara itu datang dari Lale Tatun, Ketua Divisi Kajian Pariwisata, SDA, dan Lingkungan Hidup KAWAL NTB, yang dalam pernyataan publiknya Rabu (9/7/25) mengangkat tema penting: Pariwisata Berkelanjutan, Investasi Berkeadaban (Sustainable Tourism, Civilized Investment).
“Lombok is not just a destination. It’s a home – for many, and hopefully, for all who come with respect,” ujarnya mengawali pernyataan reflektifnya.
Di balik geliat pesat investasi dan pembangunan pariwisata di Lombok dalam beberapa tahun terakhir, Lale mengungkap fakta lapangan yang mengkhawatirkan: menjamurnya vila-vila tanpa izin lengkap dan dugaan maraknya Penanaman Modal Asing (PMA) bodong.
“Bagaimana mungkin begitu banyak vila berdiri tanpa izin lengkap? Bagaimana investor asing bisa masuk dan beroperasi tanpa prosedur PMA yang sah?” tanya Lale.
Menurutnya, praktik ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ketika sistem dibiarkan longgar, pengawasan minim, dan data antar instansi tidak sinkron, maka yang dirugikan adalah masyarakat lokal – baik secara sosial, ekonomi, maupun ekologis.
Lale mengajak publik untuk melihat masalah ini bukan sebagai ajang saling menyalahkan, melainkan momentum bersama untuk realignment, menyusun ulang arah pembangunan pariwisata Lombok yang inklusif, etis, dan berkelanjutan.
“This is not a finger-pointing moment, but a chance to realign our direction – together,” katanya.
Ia menggarisbawahi bahwa pembangunan di daerah seperti Lombok tidak pernah sederhana. Di dalamnya terdapat banyak lapisan kepentingan: warga lokal yang takut kehilangan ruang hidup, investor yang membawa niat baik namun tersesat dalam sistem tak transparan, hingga pemerintah yang bekerja dalam tekanan dan keterbatasan.
Dalam semangat membangun bersama, Lale dan timnya di KAWAL NTB menawarkan empat saran konkret sebagai jalan tengah menuju tata kelola pariwisata yang lebih sehat:
Kawasan-kawasan pariwisata dan proyek investasi harus dipetakan ulang secara terbuka, dengan melibatkan masyarakat desa, pelaku usaha lokal, dan pemerintah.“A shared map leads to a shared understanding.”
KAWAL NTB mendorong pembentukan forum komunikasi dua bahasa sebagai wadah bagi investor asing untuk memahami dinamika hukum, budaya, dan sosial lokal secara langsung dan setara.“True understanding begins with listening.”
Alih-alih langsung menindak secara hukum, penertiban awal sebaiknya dilakukan dengan pendekatan administratif dan edukatif, terutama bagi pelaku usaha yang memiliki niat baik namun belum memahami prosedur secara menyeluruh. “Correct with care, not confrontation.”
Investor harus memiliki kesadaran terhadap nilai-nilai lokal, potensi konflik sosial, serta daya dukung lingkungan yang terbatas. “To invest wisely is to understand deeply.”
Lebih dari sekadar lanskap eksotis, Lombok adalah tanah perjuangan bagi banyak warganya. Tempat para petani, pelaku UMKM, nelayan, dan komunitas adat bertahan hidup di tengah gempuran modernisasi.
“Pembangunan yang mengabaikan ini semua, bukan kemajuan — tapi pengabaian,” tegas Lale.
KAWAL NTB menegaskan bahwa mereka tidak anti-investasi. Namun mereka akan terus bersuara lantang menolak segala bentuk pelanggaran yang membahayakan keberlanjutan masa depan Lombok.
“Kami di KAWAL NTB membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi siapa pun yang ingin berkontribusi. Tapi kami juga percaya bahwa Lombok harus dibangun dengan aturan, rasa hormat, dan kepedulian,” pungkasnya.
Dengan narasi yang tegas namun inklusif, Lale Tatun membawa suara hati Lombok yang mungkin tak terdengar di tengah hingar-bingar pembangunan. Sebuah ajakan untuk membangun tidak hanya dengan modal dan beton, tetapi juga dengan nurani dan keberadaban.