Kawal NTB Soroti Lemahnya Penegakan Hukum Soal 200 Vila Tak Berizin di Kawasan Wisata Kuta Lombok

Kilas Nusa, Lombok Tengah, 7 Agustus 2025 — Kawasan wisata Kuta di Kabupaten Lombok Tengah kembali menjadi sorotan tajam. Kawal NTB melalui Divisi Pariwisata, Sumber Daya Alam, dan Pertanahan, Lale Uswatun Hasanah, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas lambannya penyelesaian persoalan 200 vila dan kafe yang dibangun tanpa izin resmi di kawasan wisata unggulan tersebut.
Menurut Lale, keberadaan ratusan vila ilegal tersebut menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dan koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, khususnya Dinas Perizinan, Dinas Pendapatan, dan Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
“Tiga dinas ini semestinya terintegrasi dalam menangani persoalan perizinan vila. Tapi yang terjadi justru miss koordinasi. Akibatnya, daerah yang dirugikan,” ujarnya tegas.
Tak hanya menyoroti lemahnya birokrasi, Kawal NTB juga mencium adanya dugaan keterlibatan aparat dalam proses pembangunan vila-vila tak berizin tersebut. Lale menyebut adanya oknum polisi yang diduga turut “mengawal” pembangunan dengan janji akan mengurus izin belakangan, selama dirinya mendapat proyek atau pekerjaan dari pemilik vila atau kafe.
“Ini jelas berbahaya. Karena dengan adanya garansi dari oknum tersebut, pengusaha merasa aman membangun tanpa prosedur hukum. Padahal Perda sudah jelas mengatur soal ini. Bupati harus bersikap tegas, jangan seolah memberikan ruang bagi pelanggaran hukum,” tegas Lale.
Potensi kerugian akibat praktik ini ditaksir mencapai angka fantastis, yakni antara Rp2 hingga Rp3 miliar. Tidak hanya dari sisi retribusi izin, tetapi juga dari kewajiban-kewajiban lain yang seharusnya dipenuhi pemilik usaha jika mengantongi izin resmi.
“Kalau mereka tidak mengurus izin, otomatis kewajiban lainnya juga akan diabaikan. Ini bukan kerugian kecil. Belum lagi dampak buruknya terhadap tata kelola pariwisata berkelanjutan di Kuta Lombok,” jelasnya.
Kritik juga diarahkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Tengah, yang dianggap gagal menjalankan fungsinya sebagai manajer birokrasi.
“Seharusnya Sekda bisa memimpin koordinasi antar dinas. Tapi yang terjadi justru tidak ada langkah penyelesaian. Sementara Satpol PP yang mestinya bertugas menegakkan aturan justru terlihat mandul,” ungkapnya.
Lale pun membandingkan ketegasan aparat dalam menangani pengusaha besar dan pedagang kecil.
“Sama pedagang kecil berani bongkar, tapi sama pemilik vila dan kafe besar malah takut. Ini bentuk ketimpangan dalam penegakan hukum,” katanya menutup pernyataan.
Kawal NTB mendesak Bupati Lombok Tengah untuk segera mengambil langkah konkret dan menindak tegas pelaku pelanggaran.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini soal keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat dan keberlanjutan tata ruang kawasan wisata kita,” pungkasnya.