
Kilas Nusa, Mataram, 12 Agustus 2025 — Gelombang aspirasi buruh NTB kembali menguat. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) NTB sekaligus Pimpinan Daerah (PERDA) KSPI NTB, Lalu Wira Sakti, SH, menegaskan tuntutan kenaikan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten-Kota (UMP/UMK) tahun 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%, serta mendesak penetapan Upah Minimum Sektoral (UMSK) bagi sektor-sektor unggulan di NTB.
Menurutnya, perjuangan ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168, yang mewajibkan penetapan upah minimum mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, serta menjamin pemenuhan kebutuhan hidup layak (KHL). MK juga menegaskan pentingnya UMSK untuk sektor tertentu dengan nilai tambah di atas rata-rata, seperti pariwisata, konstruksi, dan pertambangan.
“Bagi NTB, UMSK sangat penting karena ada sektor-sektor yang kontribusinya besar dan nilai tambahnya jauh di atas rata-rata. Buruh di sektor ini tidak boleh hanya mengacu pada UMP yang berlaku,” tegas Wira Sakti.
Berdasarkan survei dan kajian Litbang KSPI, proyeksi ekonomi untuk periode Oktober 2024–September 2025 menunjukkan inflasi sekitar 3,23%, pertumbuhan ekonomi 5,1%–5,2%, serta indeks tertentu 1,0–1,4. Dari data ini, KSPI mengusulkan kenaikan UMP/UMK 2026 sebesar 8,5%–10,5%.
Untuk UMSK, penambahan nilai sektor di NTB—seperti pariwisata, pertambangan, dan pertanian modern—diperkirakan berkisar 0,5%–5%. Artinya, kenaikan UMSK 2026 dapat mencapai total 9%–15,5%, tergantung sektor.
Wira Sakti mendesak Pemerintah Provinsi NTB agar proses penetapan UMP/UMK dan UMSK 2026 dipercepat.
“Rapat Dewan Pengupahan harus dimulai 25 Agustus 2025, dan penetapan upah paling lambat 30 Oktober 2025,” ujarnya.
Sebagai langkah nyata, DPD SPN NTB bersama PERDA KSPI NTB akan bergabung dalam aksi damai serempak nasional pada 28 Agustus 2025 di 38 provinsi. Di NTB, aksi ini akan melibatkan ratusan anggota dan pengurus SPN, Federasi Serikat Metal Indonesia (FSPMI), serta Asusiasi Pekerja Indonesia (ASPEK Indo) yang tergabung dalam KSPI NTB.
Selain tuntutan kenaikan upah, aksi ini juga mengusung enam tuntutan nasional buruh: Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM); Stop PHK dan Bentuk Satgas PHK; Reformasi Pajak Perburuhan: Naikkan PTKP menjadi Rp7.500.000/bulan, hapus pajak pesangon, pajak THR, pajak JHT, dan diskriminasi pajak bagi perempuan menikah; Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibuslaw; Sahkan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi; Revisi RUU Pemilu dan redesign sistem Pemilu 2029.
Wira Sakti menegaskan, NTB adalah daerah dengan pertumbuhan pariwisata tinggi, proyek infrastruktur besar, dan aktivitas pertambangan yang masif.
“Jangan sampai NTB berkembang hanya untuk investor, sementara buruhnya tetap hidup dengan upah murah. Kesejahteraan buruh harus naik seiring pertumbuhan ekonomi daerah,” pungkasnya.