
Kilas Nusa, Mataram, 14 Agustus 2025 – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) Nusa Tenggara Barat, Lalu Wira Sakti, yang juga menjabat sebagai Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) NTB, angkat bicara menanggapi pemberitaan mengenai dominasi tenaga kerja asing (TKA) di sektor pariwisata Lombok Tengah, khususnya di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Pernyataan ini muncul setelah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lombok Tengah mengungkapkan bahwa sejumlah posisi strategis di sektor pariwisata masih banyak diisi oleh TKA. Menurut Wira Sakti, penggunaan TKA sejatinya diperbolehkan, namun harus benar-benar mematuhi ketentuan yang berlaku.
“Penggunaan TKA sudah diatur jelas dalam UU No. 13 Tahun 2003 jo. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Permenaker No. 8 Tahun 2021. Mereka hanya boleh mengisi jabatan tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dan hanya jika keahlian tersebut belum dimiliki tenaga kerja lokal,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kewajiban transfer of knowledge atau alih teknologi dari TKA kepada tenaga kerja Indonesia. Menurutnya, setiap pemberi kerja harus memastikan TKA yang mereka rekrut berkontribusi dalam meningkatkan kompetensi SDM lokal agar suatu saat bisa mengambil alih posisi strategis tersebut.
Selain itu, Wira Sakti mendorong pemerintah daerah dan pelaku usaha pariwisata untuk memprioritaskan warga Lombok Tengah dan NTB dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Upaya ini harus disertai dengan program pelatihan berbasis standar internasional agar tenaga kerja lokal dapat bersaing secara global.
“Disnakertrans Lombok Tengah perlu memperketat pengawasan terhadap izin TKA, memastikan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dijalankan sesuai aturan, dan menyusun peta jalan pengurangan ketergantungan pada TKA di sektor pariwisata,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan pesan tegas: “Pariwisata Mandalika adalah milik kita bersama. Jangan sampai kemajuannya hanya dinikmati pihak luar, sementara masyarakat lokal hanya menjadi penonton di rumah sendiri.”