
Kilas Nusa, Mataram – Tiga kasus pembunuhan yang belakangan ini viral di Nusa Tenggara Barat (NTB) menuai perhatian luas publik. Kasus tersebut melibatkan Brigadir Nurhadi, Brigadir Esco, serta seorang mahasiswi di Nipah. Ketua Divisi Kebijakan Publik Hukum dan Kriminal Kawal NTB, Fahrurozi, melalui rilis resmi pada Minggu (21/9/25) menyampaikan pandangan kritisnya terhadap proses pengungkapan ketiga kasus tersebut.
Fahrurozi menilai, penanganan kasus-kasus tersebut masih menyisakan banyak keraguan. Ia mengingatkan agar aparat penegak hukum (APH) berhati-hati dalam memberikan keterangan karena publik berhak mendapatkan informasi yang jelas, transparan, dan utuh.
Menurut Fahrurozi, hingga kini modus pembunuhan terhadap Brigadir Nurhadi belum sepenuhnya terang, meski sudah ada penetapan tiga tersangka yakni dua atasan korban dan seorang wanita bayaran. Penahanan salah satu tersangka bahkan ditangguhkan.
“Selain modus yang masih abu-abu, ada dua kasus penyerta yakni narkoba dan prostitusi yang tidak terlalu diekspos. Padahal, penyebab pembunuhan bisa saja terkait hal itu. Sayangnya, penyidik tidak memberikan hasil yang utuh dalam kasus ini,” ungkapnya.
Sementara itu, dalam kasus pembunuhan Brigadir Esco, penyidik Polres Lombok Barat bersama Polda NTB telah menetapkan istri korban sebagai tersangka pada Jumat (19/9/25) malam. Namun, konferensi pers yang dijadwalkan keesokan harinya (20/9/25) untuk menjelaskan motif pembunuhan tiba-tiba dibatalkan tanpa alasan jelas.
“Hal ini memantik spekulasi publik. Akhirnya muncul berbagai asumsi liar karena tidak ada jawaban kenapa konferensi pers batal. Publik bertanya-tanya, jangan-jangan ada yang kurang,” tegas Fahrurozi.
Untuk kasus mahasiswi di Nipah, tersangka Radit yang juga seorang mahasiswa disebut mengalami luka parah dan sempat mengaku dipukuli oleh orang tak dikenal. Sementara itu, teman dekatnya yang meninggal diduga menjadi korban kekerasan seksual.
Namun, menurut Fahrurozi, dugaan itu belum sepenuhnya terang. Polisi menyebut korban melakukan perlawanan dengan memukul pelaku menggunakan batu, bambu, dan benda sekitar. Tetapi hasil autopsi justru menunjukkan korban meninggal akibat kehabisan oksigen karena dicekik.
Polisi juga mengungkap adanya bekas luka cakar di tangan Radit yang dijadikan salah satu petunjuk dalam menetapkannya sebagai tersangka.
“Publik tetap bertanya-tanya karena kondisi Radit sendiri saat ditangkap cukup memprihatinkan,” tambahnya.
Meski menyampaikan sejumlah catatan kritis, Kawal NTB tetap mengapresiasi kerja kepolisian dalam menangani kasus-kasus ini. Fahrurozi menekankan, kebenaran yang sesungguhnya akan terungkap di persidangan.
“Alat bukti itu harus seterang matahari. Jadi, kita tunggu saja di persidangan nanti. Apakah oleh jaksa akan dinyatakan lengkap, episodenya masih berjalan, dan kita kawal bersama-sama,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tiga kasus pembunuhan ini menjadi ujian penting bagi aparat penegak hukum di NTB. Publik berharap penyelesaiannya benar-benar berkeadilan.
“Jika terbukti, kami minta para pelaku dituntut dengan hukuman maksimal, terutama dalam kasus pembunuhan berencana,” tutupnya.