Proyek Jalan Rp7 Miliar di Manggarai Barat Terancam Batal, Pemerhati: Jaksa Harus Jadi Solusi, Bukan Momok
Kilas Nusa, Labuan Bajo – Rencana pembangunan jalan kabupaten Hita–Bari di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, senilai Rp7 miliar terancam gagal terlaksana. Penyebabnya bukan karena anggaran, melainkan karena tidak ada pejabat yang berani menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) akibat ketakutan terseret kasus hukum.
Kondisi ini memantik keprihatinan dari Iren Surya, S.H., seorang pemerhati pembangunan daerah di Manggarai Barat. Ia menilai, situasi tersebut menjadi alarm serius bagi pemerintah daerah, karena ketakutan birokrat untuk bertanggung jawab dapat menghambat laju pembangunan dan merugikan masyarakat luas.
“Ketakutan ini muncul setelah adanya kasus dugaan korupsi pengerjaan jalan Golo Welu–Orong dan irigasi Wae Kaca tahun 2021, yang baru ditindak pada tahun 2025. Penetapan PPK dan pihak swasta sebagai tersangka setelah empat tahun proyek selesai jelas meninggalkan trauma birokrasi,” ujar Iren, Sabtu (18/10/25).
Menurutnya, dampak psikologis dari penindakan hukum tersebut telah menimbulkan efek domino: para pejabat kini ragu mengambil keputusan, bahkan untuk proyek strategis sekalipun.
“Padahal, kalau proyek jalan Hita–Bari ini dibatalkan, masyarakat Desa Bari akan terus terisolasi. Mereka sudah bertahun-tahun menunggu akses jalan yang layak untuk menggerakkan ekonomi lokal,” tegasnya.
Iren menilai, kejaksaan semestinya hadir sebagai bagian dari solusi pembangunan, bukan menjadi momok yang menakutkan. Ia mendorong adanya koordinasi cepat dan terbuka antara Bupati, DPRD, dan Kejaksaan agar proyek vital tersebut bisa tetap berjalan dengan prinsip hukum yang bersih dan transparan.
“Saya mendorong agar pemerintah daerah segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH). Kalau perlu, Bupati bisa menyerahkan pendampingan langsung kepada jaksa selama pengerjaan berlangsung. Pendekatan kolaboratif seperti ini akan memberikan rasa aman bagi birokrat, sekaligus memastikan proyek berjalan sesuai aturan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Iren menekankan bahwa hukum seharusnya menjadi pagar etika dan integritas, bukan tembok penghalang pembangunan.
“Pembangunan yang bersih dan berintegritas hanya bisa terwujud kalau hukum tidak dijadikan alat ketakutan. Pemerintah tidak boleh membiarkan rakyat menjadi korban karena takut mengambil keputusan,” pungkasnya.
Dengan situasi seperti ini, publik menanti langkah tegas dari pemerintah daerah Manggarai Barat untuk memastikan proyek strategis senilai miliaran rupiah itu tidak berhenti di atas kertas. Sebab, lebih dari sekadar pembangunan infrastruktur, ini adalah ujian kepercayaan publik terhadap keberanian pemerintah daerah menjalankan amanah pembangunan tanpa mengorbankan prinsip hukum.
