
Kilas Nusa, Lombok Tengah – Ratusan guru honorer Sekolah Dasar (SD) telah mengguncang kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Lombok Tengah, pada Rabu (20/9/23). Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mencari kejelasan tentang nasib mereka setelah pengecekan data dua pekan yang lalu di gedung DPRD Loteng.
Ketua Forum Guru Tanpa Penempatan (FGTP) Loteng, Zulhan Jihadi, mengungkapkan kebingungannya, “Hingga saat ini, kami belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Termasuk ketiadaan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru SD, yang sebelumnya dianggap berlebih, namun ternyata guru SD mengalami kekurangan.”
Menurut Zulhan, sebelumnya Pemkab Loteng mengklaim memiliki kelebihan guru kelas sebanyak 290 orang dan 179 guru agama. Namun, hasil pengecekan data telah membantah klaim tersebut, menyebabkan 752 guru honorer menjadi korban perhitungan yang salah oleh Pemkab Loteng.
“Dalam upaya kami untuk mencari solusi, kami bahkan berangkat ke pusat secara sukarela. Informasi yang kami terima dari dinas-dinas terkait menyebutkan bahwa Pemkab Loteng diberi kesempatan untuk menambah formasi, namun tidak memanfaatkannya,” ungkapnya. “Sementara itu, jalur penerimaan CPNS melalui PPPK telah dibuka,” tambah Zulhan.
Dia menjelaskan bahwa para guru SD ini telah mengikuti tes PPPK pada tahun 2022 dan telah berhasil melewati observasi. Meskipun begitu, mereka belum menerima Surat Keputusan (SK) penempatan hingga saat ini. Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah daerah untuk menambah formasi PPPK pada tahun 2023, sehingga 752 guru tanpa status dapat menerima SK penempatan dari pemerintah pusat.
“Kami hanya meminta satu hal, berikan kami SK penempatan, karena kami telah lulus dalam observasi yang kami lalui sebelumnya,” tegasnya.
Sekretaris Disdik Loteng, Didi Purwasetiyadi, menjelaskan bahwa pada tahap awal, dinas telah mengusulkan lebih dari 600 formasi, belum termasuk jumlah guru yang pensiun, kepada Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Namun, setelah verifikasi oleh BKPSDM, Loteng hanya kekurangan guru sebanyak 119 orang.
“Jumlah ini kemudian kami usulkan ke pusat, yang artinya tidak mencakup 752 orang,” katanya.
Situasi ini telah menimbulkan masalah dan telah menghasilkan dua kali pertemuan dengan DPRD Loteng. Akibatnya, diputuskan untuk melakukan pendataan ulang di setiap sekolah melalui koordinator wilayah (korwil) dan kepala sekolah. Hasilnya, ditemukan kekurangan guru sebanyak 810 orang.
Komentar Didi mengenai usulan tambahan itulah yang memicu protes ratusan guru honorer. Sayangnya, Dinas Pendidikan juga belum menerima informasi yang sama. “Ironisnya, saya yang harus memberikan jawaban, namun kami belum mendapatkan informasi mengenai hasilnya,” katanya.
Salah satu guru honorer dari SDN Jurit Sadah Riati, yang telah menjadi guru honorer selama 18 tahun, berbagi kisahnya, “Tolong berikan kami pandangan yang adil dalam pemberian SK penempatan ini. Kami telah bekerja selama belasan tahun, dan bahkan sudah menua, namun belum juga diangkat dan menerima SK.” (*)