
Oleh: M. Ali Azis Hasan Rizki, S.Pd., M.Sc
Kanker telah lama menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia. Menurut WHO, antara tahun 2005 hingga 2015, sekitar 84 juta orang meninggal akibat kanker. Di Indonesia, berdasarkan data Global Cancer Statistics tahun 2020, terdapat 396.914 kasus kanker dengan 234.511 kematian. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kanker, mulai dari pencegahan, deteksi dini, hingga pengobatan seperti kemoterapi, radioterapi, dan imunoterapi. Meskipun metode ini cukup efektif, namun memiliki tantangan seperti efek samping yang berat, resistensi tumor terhadap obat, dan kesulitan menargetkan kanker secara spesifik tanpa merusak sel sehat. Harapan baru muncul dengan ditemukannya virus onkolitik (Oncolytic Virus/OV), yaitu virus yang telah dimodifikasi dan secara khusus menyerang dan membunuh sel kanker tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.
Bagaimana Virus Onkolitik Bekerja?
Virus onkolitik bekerja dengan cara yang unik. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus ini akan menargetkan sel kanker, berkembang biak di dalamnya, lalu menghancurkan sel tersebut. Ketika sel kanker pecah, virus yang baru terbentuk akan menyebar ke sel kanker lain, menciptakan efek berantai dalam tubuh. Selain itu, sel kanker yang hancur akan melepaskan antigen yang memicu sistem imun untuk lebih aktif mengenali dan melawan sel kanker yang tersisa. Para ilmuwan telah mengembangkan berbagai jenis virus onkolitik, baik dari virus alami maupun yang telah dimodifikasi secara genetika agar lebih efektif. Beberapa virus bahkan dilengkapi dengan “senjata tambahan,” seperti protein GM-CSF, yang membantu memperkuat respons imun tubuh terhadap kanker. Dengan cara ini, virus onkolitik tidak hanya membunuh sel kanker secara langsung, tetapi juga membantu sistem kekebalan tubuh bekerja lebih optimal dalam memerangi kanker.
Mengapa Virus Onkolitik Begitu Efektif?
Sel kanker memiliki kelemahan mendasar yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi virus dibandingkan sel sehat. Biasanya, sel sehat memiliki mekanisme pertahanan alami terhadap virus, tetapi sel kanker kehilangan banyak mekanisme ini akibat mutasi yang terjadi selama perkembangannya. Akibatnya, virus onkolitik dapat berkembang biak di dalam tumor tanpa perlawanan berarti. Setelah sel kanker hancur, pecahannya akan dilepaskan ke dalam tubuh dan bertindak sebagai “tanda bahaya” yang memperingatkan sistem imun untuk menyerang sel kanker lainnya. Ini menciptakan efek domino, di mana sistem kekebalan tubuh menjadi lebih aktif dalam melawan tumor yang tersisa. Namun, tantangan tetap ada. Sistem imun manusia sering kali mengenali virus onkolitik sebagai ancaman dan menghancurkannya sebelum virus mencapai sel kanker. Oleh karena itu, berbagai strategi sedang dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas terapi ini, termasuk penggunaan teknologi nano dan sistem penghantaran berbasis sel agar virus dapat mencapai tumor dengan lebih efektif.
Virus Onkolitik dalam Uji Klinis
Beberapa jenis virus onkolitik telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam uji klinis. Salah satu yang paling dikenal adalah Talimogene Laherparepvec (T-VEC), virus herpes yang telah dimodifikasi dan digunakan untuk mengobati melanoma. T-VEC terbukti meningkatkan respons imun dan secara signifikan membantu menghancurkan tumor. Selain itu, adenovirus juga dikembangkan untuk terapi kanker, seperti DNX-2401 yang menargetkan glioblastoma dan H101 yang digunakan dalam pengobatan kanker nasofaring. Reovirus, yang secara alami menyerang sel kanker dengan jalur sinyal RAS yang aktif, sedang diuji dalam pengobatan kanker kepala dan leher. Bahkan, virus campak juga mulai dikembangkan karena kemampuannya menginfeksi dan membunuh sel kanker yang mengekspresikan reseptor CD46 dalam jumlah tinggi. Dengan semakin banyaknya penelitian dan uji klinis, virus onkolitik berpotensi menjadi bagian penting dalam pengobatan kanker yang lebih efektif dan minim efek samping dibandingkan terapi konvensional.
Masa Depan Pengobatan Kanker
Meski terapi virus onkolitik menjanjikan, masih ada tantangan yang harus diatasi. Salah satunya adalah bagaimana memastikan virus dapat mencapai tumor tanpa dihancurkan oleh sistem imun terlebih dahulu. Selain itu, metode pemberian virus yang optimal masih dalam tahap penelitian, termasuk pemanfaatan teknologi nano dan sistem penghantaran berbasis sel untuk meningkatkan efektivitas terapi. Kombinasi virus onkolitik dengan imunoterapi, seperti immune checkpoint inhibitors dan CAR-T cell therapy, juga semakin dikembangkan untuk menciptakan strategi pengobatan yang lebih efektif. Jika tantangan ini dapat diatasi, kanker mungkin tidak lagi dianggap sebagai vonis akhir, melainkan sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dengan presisi sains. Dulu, kita mengenal virus sebagai penyebab penyakit. Namun, kini virus justru menjadi harapan baru dalam perang melawan kanker.
***
Memperingati hari Kanker Dunia (4 Februari 2025) dan Hari Kanker anak Internasional (15 Februari 2025)
Penulis dilahirkan di Mataram dan menempuh pendidikan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Progam Studi Pendidikan Biologi, Universitas Islam Negeri Mataram mulai tahun 2013 dan lulus pada tahun 2017. Setelah itu melanjutkan pendidikan Strata-2 (S2) mulai maret 2018 dan lulus sebagai Magister of Science dalam bidang Biologi konsentrasi Mikrobiologi di Program Magister Biologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini penulis bekerja sebagai dosen tetap di Program Studi S1 Biologi Universitas Islam Al-Azhar Mataram. Penulis sebagai dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi Selain itu penulis juga aktif dalam menulis jurnal penelitian serta aktif menulis buku ajar dan book chapter.
Email Penulis : rizkihasan11@gmail.com dan hasanrizki@unizar.ac.id