
Kilas Nusa, Jakarta – Pemerintah Indonesia telah mengumumkan larangan resmi terhadap media sosial dan social commerce untuk melakukan aktivitas jual beli layaknya e-commerce. Larangan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Salah satu platform yang terkena dampak dari kebijakan ini adalah TikTok, yang memiliki TikTok Shop. TikTok Indonesia telah mengeluarkan pernyataan keberatan terhadap kebijakan ini dan mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan merugikan jutaan pedagang di TikTok Shop.
“Keputusan ini akan berdampak negatif pada 6 juta penjual dan hampir 7 juta kreator afiliasi yang menggunakan TikTok Shop,” kata seorang perwakilan dari TikTok Indonesia pada Kamis (28/9/2023).
Meskipun TikTok menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan ini, mereka juga menegaskan bahwa mereka akan tetap menghormati peraturan yang berlaku di Indonesia.
“Kami sangat menyesal terkait pengumuman hari ini (Rabu, 27/9/2023),” ungkap perwakilan TikTok tersebut.
“Kami akan tetap menghormati peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia dan akan berusaha untuk mencari solusi yang konstruktif ke depannya,” lanjutnya lagi.
Dalam Permendag 31 Tahun 2023 yang baru ini, dijelaskan bahwa media sosial dan social commerce tidak diizinkan untuk memfasilitasi transaksi jual beli seperti e-commerce.
“Aturan ini dengan jelas menyatakan bahwa model bisnis social commerce dilarang untuk memfasilitasi transaksi pembayaran melalui platform Sistem Elektroniknya,” demikian bunyi aturan tersebut.
Artinya, jika media sosial ingin tetap berfungsi sebagai e-commerce, mereka harus mengubah model bisnisnya agar menjadi e-commerce murni dan harus mendapatkan izin usaha yang sesuai.
Di sisi lain, jika mereka ingin tetap beroperasi sebagai social commerce, mereka hanya diizinkan sebagai layanan promosi atau iklan, tanpa adanya transaksi di satu platform yang sama.
Sebelumnya, Zulhas telah menyatakan bahwa media sosial yang juga berfungsi sebagai e-commerce resmi dilarang. Salah satu contoh media sosial yang saat ini juga berperan sebagai e-commerce adalah TikTok. Di dalam aplikasi TikTok, pengguna dapat melakukan transaksi perdagangan melalui fitur TikTok Shop.
Zulhas juga menjelaskan bahwa larangan ini mulai berlaku sejak Selasa (26/9) setelah revisi aturan tersebut diumumkan. Namun, media sosial yang berperan ganda ini diberi waktu seminggu untuk melakukan transisi, termasuk mengurus izin yang sesuai.
Namun demikian, pemerintah menekankan bahwa mereka tidak melarang keberadaan media sosial, e-commerce, dan social commerce. Ketiga elemen ini akan diatur dengan ketat, termasuk aktivitas dan izin yang diperlukan masing-masing.
“Tidak dilarang, diatur! Negara lain melarang, kita mengatur,” kata Zulhas.
“Yang ada itu (izin) e-commerce, social commerce belum ada izin. Jadi ini diatur media sosial, jika mereka ingin berfungsi sebagai social commerce, hanya untuk promosi dan iklan. Sedangkan jika ingin beroperasi sebagai e-commerce, harus memiliki izin yang sesuai,” tambahnya. (*)