
Kilas Nusa, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru-baru ini mengabulkan gugatan terkait syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), menyatakan bahwa putusan tersebut mengandung cacat hukum dan penyelundupan hukum. Putusan MK tersebut mengacu pada uji materi terhadap Pasal 169 huruf q dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur syarat capres-cawapres.
Menurut Yusril, dalam putusan MK, terdapat tiga hakim yang setuju, dua hakim dengan pendapat sejalan (concurring opinion), dan empat hakim dengan pendapat berbeda (dissenting opinion). Yusril berpendapat bahwa hakim yang menyatakan concurring seharusnya berada dalam kategori dissenting. Jika pendapat hakim yang seharusnya dissenting tersebut diklasifikasikan dengan benar, maka permohonan uji materi seharusnya tidak dikabulkan oleh MK. Menurutnya, argumen hakim concurring seharusnya diklasifikasikan sebagai dissenting, sehingga putusan yang dihasilkan adalah 5-4.
Yusril juga mengkritik pendapat Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh yang menyatakan concurring. Menurutnya, pendapat keduanya mengenai syarat berpengalaman sebagai gubernur, bukan kepala daerah secara umum, seharusnya diklasifikasikan sebagai dissenting, bukan concurring. Hal ini memunculkan problematika dalam putusan tersebut.
Pada Senin sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan salah satu gugatan uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat capres-cawapres. MK memutuskan bahwa capres-cawapres minimal berusia 40 tahun atau pernah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Gugatan ini diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
Hakim Konstitusi dan M. Guntur Hamzah berargumen bahwa batas usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945, tetapi dengan melihat praktik di berbagai negara, mereka menyatakan bahwa presiden, wakil presiden, atau kepala negara dan pemerintahan bisa dipercayakan kepada individu yang berusia di bawah 40 tahun. Putusan MK ini menimbulkan debat dan perdebatan dalam masyarakat tentang kelayakan dan kesesuaian syarat capres-cawapres. (*)