
Kilas Nusa, Lombok Tengah, 20 April 2025 – Polemik mencuat di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Lombok Tengah setelah beredarnya Surat Keputusan (SK) pencabutan jabatan Ketua Umum KONI Loteng, M. Samsul Qomar. SK bernomor 06 tahun 2025 tersebut dinilai sarat kepentingan dan penuh kejanggalan administratif.
Qomar yang dikonfirmasi pada Minggu (20/4) menyebut bahwa SK bertanggal 7 Maret 2025 itu tidak hanya cacat hukum, tetapi juga mengandung kekeliruan fatal. Pada bagian penting dalam SK itu justru disebutkan “Perbaikan batas akhir masa bakti pengurus KONI Kabupaten Lombok Barat,” bukan Lombok Tengah.
“Ini sangat aneh tapi nyata. Saya menerima SK itu hanya berupa jepretan foto via WhatsApp, lalu salinan copy-nya diantar langsung oleh Pak Junaidi Atma, Sekretaris KONI Loteng. Ketika saya minta aslinya, beliau malah bilang akan menanyakan ke KONI Provinsi NTB,” ungkap Qomar.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa masa jabatannya secara resmi baru akan berakhir pada 23 April 2025. Oleh sebab itu, menurutnya SK pencabutan tersebut tidak hanya menyalahi aturan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI, tetapi juga berpotensi sebagai alat permainan politik oleh oknum-oknum tertentu. “SK itu sangat tidak profesional. Cara penulisannya amburadul, isinya tidak konsisten, dan dibuat seolah terburu-buru hanya untuk memenuhi kepentingan tertentu,” tegasnya.
Qomar juga menyindir langsung kepemimpinan Ketua Umum KONI Provinsi NTB, H. Mori Hanafi. “Selama ini baru kali ini saya melihat KONI seamburadul ini. Bahkan mungkin di seluruh Indonesia, belum pernah ada organisasi seperti ini,” sindirnya.
Salah satu kejanggalan lainnya menurut Qomar, adalah adanya pelaksanaan Musyawarah Olahraga Kabupaten (Musorkab) oleh pihak lain pada 20 Maret 2025, tanpa koordinasi resmi dengan dirinya sebagai ketua definitif. Ia menyebut undangan itu malah dikeluarkan oleh Ketua Harian, dan ironisnya, dihadiri oleh pengurus KONI Provinsi NTB sebagai pemantau. “Ini fatal. Mestinya KONI Provinsi menanyakan ke saya, bukan malah ikut-ikutan hadir di acara ilegal itu. Ini jelas-jelas melanggar AD/ART,” tegasnya lagi.
Merespons berbagai pelanggaran tersebut, Qomar mengaku telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan dugaan pemalsuan stempel, penyalahgunaan kop surat, hingga penggunaan logo dan bendera KONI tanpa izin ke Polres Lombok Tengah. Tak hanya itu, ia juga akan melaporkan secara resmi KONI Provinsi NTB ke KONI Pusat. “Saya juga akan bersurat ke KONI Pusat agar persoalan ini ditangani serius. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum KONI Provinsi NTB, H. Mori Hanafi justru mengaku tidak tahu menahu soal terbitnya SK pencabutan tersebut. Bahkan ia mengaku terkejut. “Saya juga heran, karena saya tidak pernah menandatangani SK itu,” ujar Mori singkat.
Ia menduga, kemungkinan besar ada oknum di internal KONI Provinsi yang menggunakan hasil scan tanda tangannya untuk menerbitkan SK tersebut. “Kalau pun ada SK, bisa jadi hanya hasil scan tanda tangan saya. Yang jelas, saya tidak pernah tanda tangan SK pencabutan,” tegasnya.
Kisruh ini pun menjadi sorotan publik, mengingat KONI sebagai lembaga pembina olahraga seharusnya menjadi contoh dalam tata kelola organisasi yang bersih dan profesional.