Kawal NTB Soroti 200 Villa Diduga Ilegal di Kuta Lombok, Desak Penertiban dan Tindakan Tegas

Kilas Nusa, Lombok Tengah, 13 Juni 2025 – Kawasan wisata Kuta di Kabupaten Lombok Tengah kembali menjadi sorotan. Kali ini bukan karena pesonanya yang mendunia, melainkan dugaan keberadaan sekitar 200 villa yang beroperasi tanpa izin resmi. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Kawal NTB, M. Samsul Qomar (MSQ), dalam sebuah siaran pers yang menyebut adanya indikasi kuat permainan oknum di beberapa instansi pemerintah.
“Villa-villa ilegal di Kuta ini bukan isu baru. Sudah lama berlangsung dan sepertinya dibiarkan. Saya meyakini ini permainan oknum – bisa dari Dinas Perizinan, Dinas Pariwisata, bahkan Dinas Pendapatan,” tegas MSQ.
Menurutnya, keberadaan ratusan villa tanpa izin ini bukan hanya mencederai aspek legalitas dan tata ruang daerah, tapi juga menimbulkan kerugian besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya.
“Kalau villa saja tidak punya izin, bagaimana dengan restoran dan kafe yang ikut beroperasi di dalamnya? Ini jelas pelanggaran hukum,” tambahnya.
MSQ juga menyoroti kemungkinan adanya praktik pungutan liar (pungli), di mana pajak dan retribusi tetap dipungut dari para pemilik villa namun tidak disetorkan ke kas daerah. Ia mencontohkan kasus di masa lalu, ketika seorang honorer di Dinas Pendapatan Lombok Tengah sempat menggelapkan dana retribusi hingga Rp1 miliar.
Lebih jauh, ketidaksinkronan data antar instansi pemerintah juga menjadi sorotan. Data jumlah hotel yang dimiliki Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan, dan Dinas Perizinan diklaim tidak saling cocok.
“Kalau data dasarnya saja tidak sinkron, bagaimana mungkin kita bisa mengelola dan menarik pajak dengan benar? Ini jelas menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum untuk bermain,” ucap MSQ.
Kawal NTB mendesak Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah untuk segera melakukan penyegelan sementara terhadap villa, restoran, dan kafe yang terbukti tidak memiliki izin. Langkah ini dianggap sebagai bagian penting dalam upaya penertiban dan pemulihan kebocoran PAD.
Jika ditemukan pelanggaran berat dan tindakan penghindaran hukum, MSQ menyarankan agar Pemkab Loteng tidak segan meminta bantuan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan pendampingan hukum dalam proses penertiban tersebut.
“Lombok Tengah harus ramah terhadap investasi, tapi bukan berarti membiarkan praktik semrawut seperti ini terus berlangsung. Perizinan bukan urusan sepele, tapi pondasi dari pembangunan yang tertib dan terukur,” tutupnya.
Isu ini pun menambah panjang deretan tantangan yang harus dihadapi Pemkab Loteng dalam membenahi sektor pariwisata yang tengah berkembang pesat. Masyarakat dan pelaku usaha yang taat aturan tentu berharap adanya ketegasan dan transparansi dari pemerintah dalam menangani persoalan serius ini.