Skip to content
Kilas Nusa

Kilas Nusa

Kolaboratif, Informatif, Inovatif

Primary Menu
  • Home
  • Politik & Hukum
  • Pendidikan
  • Teknologi
  • Ekonomi & Bisnis
  • Kesehatan & Gaya Hidup
  • Pariwisata
  • Olahraga

Tantangan Kedaulatan Terhadap Lingkungan

Adi 20 December 2025
Ahmad Saripudin Nur, S.H.,M.H (Kolumnis/Alumni Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil Friedrich Naumann Foundation)

Kilas Nusa, Mataram – Apakah Indonesia masih layak disebut sebagai paru-paru dunia? setelah kebakaran hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan sawit (palm oil), hilirisasi bahan ekstaktif (ekstraktif Industries) sebut saja di Kalimantan dan Maluku yang merajalela sampai terjadi bencana banjir di Sumatera baru-baru ini akibat degradasi hutan hujan tropis di kawasan itu yang sangat vital.

Pertanyaan itu berkumandang semakin nyaring ketika harian kompas merilis peta citra Pulau Sumatera terutama di tiga Provinsi yaitu Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang membandingkan alih fungsi Hutan Konservasi (hutan lindung, suaka alam, cagar alam, suaka margasatwa, dan tahura) dan Hutan Nonkonservasi (hutan produksi, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi) sejak kurun waktu 2012-2024 yang mengalami alih fungsi yang menurut Kompas sebagai Penyalahgunaan Peruntukan RT/RW yang sangat ekstrim menjadi area tambang, lahan perkebunan sawit, permukiman dan lainnya.

Kita mungkin sering mendengarkan sebuah alibi “Indonesia menanggung beban oksigen untuk menjaga hutan, setelah dunia terutama negara-negara barat melakukan industrialisasi/hilirisasi dimasa lampau dengan mengalih fungsikan hutan mereka, dan Indonesia kerap ditempatkan sebagai pihak yang harus memikul beban dan tanggung jawab moral atas kerusakan lingkungan global tersebut hingga dicap sebagai “paru paru dunia”, belakangan alibi itu disebut sebagai Environmental Hypocrisy.

Saya ingin mengutip pendapat Farid Gaban seorang Jurnalis Senior dalam bukunya Reset Indonesia yang ditulisnya yang menyebutkan bahwa setiap pembangunan ada harganya. Perubahan Iklim, Bencana Alam, Kemiskinan yang secara real terjadi adalah akibat dari usaha pemerintah membuka kawasan hutan untuk keperluan pembangunan yang diklaim disebut sebagai upaya “kemakmuran”.

Namun sangat disayangkan bahwa pembangunan tersebut tidak berada pada landasan pembangunan yang kokoh dan berkelanjutan. Ketika pembangunan justru memberi dampak ekologis nyata dan luar biasa yang secara langsung ditanggung masyarakat, maka muncul sebuah pertanyaan apakah model pembangunan itu harus dipertahankan ? tentu tidak.

Dengan demikian, Indonesia harus memandang bahwa membuka lahan besar-besaran bukan menjelaskan sikap hipokrit negara lain atas tuntutan menjaga paru-paru dunia melainkan sudah tanggung jawab internal negara memastikan pembangunan tidak mengorbankan lingkungan hidup dan masa depan generasi mendatang.

Pemerintah sebagai pengambil kebijakan mesti secara sadar harus sejalan dengan cita-cita dan tujuan Negara dalam konstitusi alinea ke 4 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Hak Menguasai Negara dan Hak Masyarakat Adat

Sebuah ungkapan terkenal menyebutkan “korupsi terbesar adalah korupsi terhadap lingkungan”, Negara mesti hadir untuk menjamin setiap upaya pembangunan harus menjadi ekspektasi anak bangsa untuk mendapatkan kesejahteran (welfare benefits). Namun terkadang penyalahgunaan kewenangan oleh negara tersebut sering terjadi dengan embel-embel kepentingan umum.

Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 dipahami sebagai bentuk tafsir yang keliru terhadap hak menguasai menjadi hak untuk untuk memiliki oleh negara atas tanah di seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana warisan kolonial pemerintahan Hindia Belanda kita mengenal peraturan dalam bidang Agraria (agrarisch besluit) atau domein verklaring yang mendeklarasikan kepemilikan negara atas tanah, hal inilah yang kemudian menjadi keliru dan upaya monopolistik terhadap status kepemilikan negara terhadap lahan.

Jika kita simak Pasal 33 ayat 2 dan 3 dalam konstitusi menyebutkan “(2) Cabang­-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar­besar kemakmuran rakyat”. Memaknai dua ayat ini setidknya ada dua hal bahwa negara memiliki hak menguasai yang secara eksplisit diberikan konstitusi namun sejalan dengan itu harus dijalankan semata-mata untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, makna menguasai oleh negara dalam hal ini harus kita maknai lebih terang. Negara memiliki hak untuk mengatur dan mengelola tanah bukan hak untuk memiliki tanah. Jika hendak mengaitkan dengan kedaulatan terhadap lingkungan, negara telah memberikan hak konsesi yang sangat besar kepada perusahaan-perusahaan tambang untuk melakukan eksplorasi serta pembukaan lahan juga untuk kebutuhan perkebunan sawit yang sangat luas.

Pemberian konsesi yang luas tersebut barangkali diberikan secara legal namun yang mesti digaris bawahi disini adalah bagaimana pemberian konsesi tersebut adalah pilihan yang tepat, terutama jika mengaitkan peruntukan lahan sesuai rencana tata ruang, disinilah sering terjadi kelemahan regulasi sampai dengan pengawasan konsesi yang sangat kurang, tiba-tiba dari kanal sebuah media satu perusahaan menguasai lahan untuk eksplorasi ratusan ribu hektar dalam jangka waktu yang tidak singkat.

pasang iklan di sini

Sementara itu, hak masyarakat adat dalam penguasaan hutan dan tanah adat telah dijamin dan diakui oleh Negara sebagaimana termaktub dalam konstitusi yaitu mengakui dan menghormati satuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.

Masyarakat adat telah terjamin mampu dan berhasil menjaga hutan secara turun temurun dari tiap generasi. Karena dalam nilai-nilai masyarakat adat (living law) terdapat prinsip perlindungan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi fungsi sosial yang sakral terhadap nilai/eksistensi satu benda. Dalam sistem adat juga dikenal awik-awik dan sanksi sosial terhadap penyalahgunaan terhadap nilai-nilai adat.

Namun yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat adat kehilangan akses di tanah dan hutan adat yang sejak nenek moyang mereka beratus-ratus tahun lalu sudah menetap, berburu dan meramu disana. Sebut saja di proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), kawasan-kawasan di wilayan Program Strategis Nasional (PSN), dan wilayah eksplorasi di Papua.

Pemerintah harus hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat adat sebagaimana lumrah diketahui tanah-tanah dan hutan adat tidak terdokumentasi secara administratif oleh Negara dan yang sering terjadi hutan dan tanah adat dicaplok menjadi bagian dalam konsesi yang beratus-ratus ribu hektar tersebut, masyarakat adat terasingkan, terpinggirkan dan dimatikan.

Rehabilitasi dan Reforestasi Sebuah Keharusan

Membuka lahan untuk Industri ekstraktif dan perkebunan sawit bukanlah sebuah dosa besar jika dalam tata pelaksanaannya tidak melakukan eksploitasi berlebih dan menafikkan tanggung jawab sosial dan ekologi.

Laporan Auriga Nusantara menunjukkan angka deforestasi di Indonesia sangat tinggi, tahun 2024 mencapai 261.575 hektare naik sebesar 4.191 hektare dari tahun 2023 dengan angka 257.384 hektare. Angka yang sangat fantastis ini terjadi terutama di kawasan hutan Kalimantan dan Sumatra yang masing-masing kehilangan hutan 124.000 hektare dan 91 ribu hektare. Jika fokus pada konsesi sawit menurut laporan Transparency Internasional Indonesia dan Forest Watch Indonesia menyebutkan angka yang fantastis yaitu 17 juta hektare. (cek www.ti.or.id/Proyek Sawit 20 Juta Hektar: Deforestasi Masif atau Korupsi Sistemik?)

Seperti lumrah dan kerap terjadi, pertanggungjawaban ekologis dalam praktik ekspolrasi bahan tambang di Indonesia sering kali dijalankan bahkan tanpa memenuhi kewajiban terhadap AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebagai syarat mutlak eksplorasi sesuai ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jika landasan eksplorasi saja tidak taat hukum maka apalagi jika berbicara mengenai aspek rehabilitasi lingkungan, bak air di hulu sudah tercemar maka demikian pula ekosistem di hilir.

Pentingnya rehabilitas akibat eksplorasi tambang maupun perkebunan kelapa sawit agar kembali pada ekosistem awal adalah sebuah keharusan. Tutupan lahan harus dipantau dengan ketat dan berkelanjutan. Mengembalikan hutan seperti sedia kala dengan melakukan penanaman kembali (reforestasi) baru bisa terjadi ketika bibit pohon yang ditanam berumur 5-6 tahun sehingga membutuhkan pemeliharaan yang berkelanjutan.

Generasi hari ini yang pada akhirnya akan menjadi generasi emas 2045 harus memiliki konsern terhadap isu lingkungan. SDGs (Sustainable Development Goals) menetapkan salah satu isu krusial sebagai titik acuan pembangungan berbasis lingkungan agar sinambung untuk generasi yang akan datang diantaranya SDGs 6 Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan berkelanjutan untuk semua dan SDGs 7 yaitu Mendorong penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi.

Pada akhirnya, perang terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah sekedar soal menjawab tekanan global atau menuding negara lain bersifat hipokrit. Melainkan sebuah tanggung jawab (responsibility) dan harga diri (dignity) sebuah bangsa menjamin keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. Pembangunan dan upaya menjaga hutan harus senantiasa berjalan beriringan, penegakan hukum di bidang lingkungan hidup harus ditegakkan sehingga cita-cita kejayaan Indonesia 2045 bukanlah omong kosong belaka.

Penulis: Ahmad Saripudin Nur, S.H., M.H
(Kolumnis/Alumni Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil Friedrich Naumann Foundation) 

Continue Reading

Previous: PP KAMMI Dorong Menlu RI Fasilitasi Perundingan Damai Konflik Thailand–Kamboja di Hambalang
Next: NS. H. Lalu R. Doddy Stiawan: Kesehatan Adalah Hak Dasar Warga Negara

Trending Now

Upah “Sebiji Lontong” dan Paradoks NTB Makmur Mendunia 1

Upah “Sebiji Lontong” dan Paradoks NTB Makmur Mendunia

24 December 2025
Peduli Kesehatan Masyarakat, TBM Rinjani FK UNIZAR Hadir di Dusun Pandanan Desa Malaka 2

Peduli Kesehatan Masyarakat, TBM Rinjani FK UNIZAR Hadir di Dusun Pandanan Desa Malaka

21 December 2025
NS. H. Lalu R. Doddy Stiawan: Kesehatan Adalah Hak Dasar Warga Negara 3

NS. H. Lalu R. Doddy Stiawan: Kesehatan Adalah Hak Dasar Warga Negara

21 December 2025
Tantangan Kedaulatan Terhadap Lingkungan 4

Tantangan Kedaulatan Terhadap Lingkungan

20 December 2025
PP KAMMI Dorong Menlu RI Fasilitasi Perundingan Damai Konflik Thailand–Kamboja di Hambalang 5

PP KAMMI Dorong Menlu RI Fasilitasi Perundingan Damai Konflik Thailand–Kamboja di Hambalang

18 December 2025
SPN–KSPI NTB Tegaskan UMP 2026 Minimal 6,5–7 Persen, Unsur Serikat di Dewan Pengupahan Diminta Tidak Khianati Mandat Buruh 6

SPN–KSPI NTB Tegaskan UMP 2026 Minimal 6,5–7 Persen, Unsur Serikat di Dewan Pengupahan Diminta Tidak Khianati Mandat Buruh

18 December 2025

Berita Terkait

Upah “Sebiji Lontong” dan Paradoks NTB Makmur Mendunia

Upah “Sebiji Lontong” dan Paradoks NTB Makmur Mendunia

24 December 2025
Peduli Kesehatan Masyarakat, TBM Rinjani FK UNIZAR Hadir di Dusun Pandanan Desa Malaka

Peduli Kesehatan Masyarakat, TBM Rinjani FK UNIZAR Hadir di Dusun Pandanan Desa Malaka

21 December 2025
NS. H. Lalu R. Doddy Stiawan: Kesehatan Adalah Hak Dasar Warga Negara

NS. H. Lalu R. Doddy Stiawan: Kesehatan Adalah Hak Dasar Warga Negara

21 December 2025
PP KAMMI Dorong Menlu RI Fasilitasi Perundingan Damai Konflik Thailand–Kamboja di Hambalang

PP KAMMI Dorong Menlu RI Fasilitasi Perundingan Damai Konflik Thailand–Kamboja di Hambalang

18 December 2025
SPN–KSPI NTB Tegaskan UMP 2026 Minimal 6,5–7 Persen, Unsur Serikat di Dewan Pengupahan Diminta Tidak Khianati Mandat Buruh

SPN–KSPI NTB Tegaskan UMP 2026 Minimal 6,5–7 Persen, Unsur Serikat di Dewan Pengupahan Diminta Tidak Khianati Mandat Buruh

18 December 2025
LSM NCW Laporkan Dugaan Penyalahgunaan Aset Pemprov NTB di Praya ke Aparat Penegak Hukum

LSM NCW Laporkan Dugaan Penyalahgunaan Aset Pemprov NTB di Praya ke Aparat Penegak Hukum

12 December 2025

Berita Terpopuler

Guru Honorer SD Lombok Tengah Mengejar Keadilan: Tuntutan untuk SK Penempatan 1

Guru Honorer SD Lombok Tengah Mengejar Keadilan: Tuntutan untuk SK Penempatan

21 September 2023
Upah “Sebiji Lontong” dan Paradoks NTB Makmur Mendunia 2

Upah “Sebiji Lontong” dan Paradoks NTB Makmur Mendunia

24 December 2025
Motor Cross Grand Prix (MXGP) 2024 Kembali Ke NTB dengan 2 Seri! 3

Motor Cross Grand Prix (MXGP) 2024 Kembali Ke NTB dengan 2 Seri!

21 September 2023
Langkah Cepat Pj Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi, untuk Membawa NTB ke Masa Depan: NTB Maju Melaju! 4

Langkah Cepat Pj Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi, untuk Membawa NTB ke Masa Depan: NTB Maju Melaju!

21 September 2023
Semangat Baru Partai Garuda di NTB: Pelatihan Calon Legislatif dan Strategi Politik untuk Pemilu 2024 5

Semangat Baru Partai Garuda di NTB: Pelatihan Calon Legislatif dan Strategi Politik untuk Pemilu 2024

21 September 2023
Jadwal Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres Pemilu 2024 Mulai Dibahas oleh DPR 6

Jadwal Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres Pemilu 2024 Mulai Dibahas oleh DPR

22 September 2023
Mogok Kerja Pekerja Apple Store di Prancis Saat Peluncuran iPhone 15 7

Mogok Kerja Pekerja Apple Store di Prancis Saat Peluncuran iPhone 15

22 September 2023

Katalog Berita

  • Berita NTB
  • Ekonomi & Bisnis
  • Kesehatan & Gaya Hidup
  • Olah Raga
  • Pariwisata
  • Pendidikan
  • Politik & Hukum
  • Teknologi

Paling Sering Dilihat

Parkir Semrawut di Depan RS Cahaya Medika Praya Dikeluhkan Warga, Kawal NTB Desak Penegakan Aturan 1

Parkir Semrawut di Depan RS Cahaya Medika Praya Dikeluhkan Warga, Kawal NTB Desak Penegakan Aturan

5 June 2025
SMPN 7 Mataram Menerapkan Project Based Learning pada Outing Class ke Destinasi Wisata Khusus di Lombok 2

SMPN 7 Mataram Menerapkan Project Based Learning pada Outing Class ke Destinasi Wisata Khusus di Lombok

29 October 2023
Pawon Pengsong NTB: Memanjakan Lidah dengan Olahan Sehat dan Ramah Lingkungan! 3

Pawon Pengsong NTB: Memanjakan Lidah dengan Olahan Sehat dan Ramah Lingkungan!

27 September 2023
Gali Mimpi dan Harapan Calon Ketua dan Wakil Ketua OSIS SMPN 7 Mataram 2023-2024 4

Gali Mimpi dan Harapan Calon Ketua dan Wakil Ketua OSIS SMPN 7 Mataram 2023-2024

21 October 2023
Hj. Nurhaidah Ucapkan Selamat kepada Pj. Walikota Bima 5

Hj. Nurhaidah Ucapkan Selamat kepada Pj. Walikota Bima

26 September 2023
Dugaan Penyerobotan Tanah Wakaf di Praya, Kawal NTB: Sertifikat Hak Pakai Diterbitkan Secara Ceroboh! 6

Dugaan Penyerobotan Tanah Wakaf di Praya, Kawal NTB: Sertifikat Hak Pakai Diterbitkan Secara Ceroboh!

5 August 2025
Kebijakan Kontroversial Bupati Lotim Soal Surfing Dinilai Konyol dan Mengancam Pariwisata Lombok 7

Kebijakan Kontroversial Bupati Lotim Soal Surfing Dinilai Konyol dan Mengancam Pariwisata Lombok

18 June 2025

Ads

  • Home
  • Politik & Hukum
  • Pendidikan
  • Teknologi
  • Ekonomi & Bisnis
  • Kesehatan & Gaya Hidup
  • Pariwisata
  • Olahraga
Copyright © 2023 KilasNusa.com